Refleksi Hari Bumi, hembusan angin segar serta Vandalisme hutan : kerusakan mahakarya tuhan ditangan manusia

Lukisan Budi Kustarto

Angin segar
Malam ini langit di lereng bukit Mandiangin penuh dengan gemerlap cahaya bintang yang berhamburan, terlebih saat ini ditengah hantaman badai Virus Corona yang menggemparkan dunia kualitas udara menjadi semakin baik.

Jika melihat data AirVisual dari website IQAir.com hari ini Rabu (22/04/2020) pukul 14.00 kualitas udara di ibu kota kita, Jakarta berada di angka 56 parameter konsentrasi PM2.5 14.4 mikrogram per meterkubik. Hal ini tentu merupakan angin segar ditengah berkecamuknya Corona di Ibu kota sana, mengingat beberapa waktu yang lalu atau lebih tepatnya pada 26 Juli 2019 DKI Jakarta pernah dinobatkan sebagai peringkat pertama kota paling berpolusi di Dunia.

Kemudian berdasarkan pantauan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), kualitas udara khususnya di Indonesia Barat mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tanggal yang sama tahun lalu (lihat gambar 0.1). Hal ini disampaikan oleh LAPAN melalui akun twitter resmi mereka.


Gambar 0.1


Sebagai insan yang makan dan minum nya dari hasil bumi kiranya kita juga bertindak baik terhadap apa yang telah diberikan oleh bumi kepada kita. Rabu 22 April 2020, bertepatan dengan hari Bumi ini juga kiranya kita perlu merefleksikan diri dengan fakta-fakta seputar pembabatan liar hutan rimba penopang oksigen kita selama ini.

kerusakan mahakarya tuhan
Mahakarya agung Tuhan yang dilukiskan dalam Kanvas berbentuk Indonesia menjadi salah satu hasil seni yang di dalamnya terkandung banyak kekayaan alam endemik yang menjadi kebanggaan setiap daerahnya di Indonesia. Namun sekarang, vandalisme yang terjadi sudah hampir merusak seluruh kekayaan dan aset alam negeri kita ini.

Forest Watch Indonesia mengungkapkan sebuah fakta yang mencengangkan tentang deforestasi yang terjadi di bumi Pertiwi kita ini, dalam beberapa tahun belakangan ini saja terhitung sejak periode tahun 2013 sampai 2017, hutan alam di Indonesia telah berkurang seluas 5,7 juta hektare, dari sebelumnya seluas 88,5 juta hektare (pada hutan 2013) menjadi 82,8 juta hektare (pada tahun 2017). Jika dirata-ratakan, setiap tahunnya Indonesia kehilangan hutan alam seluas 1,4 juta hektare, atau setara dengan lebih dari 4 kali luas lapangan sepak bola setiap menitnya.

Catatan hilangnya luas hutan Indonesia yang sangat tinggi ini dirasa sudah cukup untuk membuktikan statement judul diatas  bahwa kini Masyarakat harus sadar dan peduli akan keberlangsungan hutan ke depan, jangan sampai anak cucu kita nanti hanya menjadi penonton di layar kaca nya masing-masing dan melihat bukti bahwa Indonesia dulunya pernah memiliki panorama alam dan satwa endemik yang terlihat merdu dipandang mata.

Lalu seketika hari ini, Tuhan nampaknya telah memberikan kesempatan kepada bumi untuk rehat sejenak dari hiruk pikuk polusi yang setiap hari di konsumsinya. Lantas siapa yang harus bertanggungjawab atas beberapa fakta yang sudah saya ulas diatas ? Kita, manusia lah yang menjadi dalang utama dibalik berita awan hitam ini.

Sebuah peringatan
Keterangan diatas dapat pula kita jumpai dalam Q.S Ar Rum [30] ayat 41-42 tentang Larangan Membuat Kerusakan di Muka Bumi, yang artinya: "Telah tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah : Adakanlah perjalanan dimuka bumi dan perlihatkanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)."

Mungkin ini teguran pada kita bahwa kita perlu bercermin atas tindak laku selama ini, terlebih kepada para oligarki diatas sana yang telah semena-mena menghardik bumi secara brutal, tindaknya mesti selalu kita beri peringatan, Jika tak bisa dengan kekuatan maka wajib hukumnya untuk selalu menggencarkannya lewat tulisan.

Salam lestari, salam Literasi
Tetap anggun dalam moral
Unggul dalam intelektual
Abadi perjuangan

*) Muhammad Yahya

Komentar