Wajah Pendidikan Indonesia Hari ini

Oleh : Ghina Raihana

Hari ini, wajah pendidikan di Indonesia tengah menjadi sorotan publik. Dari kebijakan menteri pendidikan yang kontroversial, hingga bermuculannya kasus-kasus yang mencoreng nama baik pendidikan di Indonesia. 
Sistem zonasi salah satunya. Sistem yang sudah diterapkan selama kurang lebih tiga tahun ini, masih menimbulkan pro kontra dikalangan masyarakat. Memang, dalam penerapannya sistem ini  memiliki efek baik, dimana terjadi pemerataan siswa sehingga tidak terjadi ketimpangan. Hal ini juga berdampak pada pembangunan sekolah-sekolah yang di nilai lebih adil dari sebelumnya.
Selain itu, dengan adanya sistem zonasi tersebut diharapkan akan meleburkan istilah sekolah favorit di masyarakat. Namun, tidak sedikit masyarakat yang kurang setuju dengan penerapan sistem ini. Terlebih untuk siswa yang sudah bekerja keras agar bisa melanjutkan pendidikan di sekolah keinginannya.
Mereka mengajukan protes dimana, pada penerapan sistem zonasi hanya menerima 5-10% siswa berprestasi. Angka ini dinilai terlalu kecil, sehingga membuat persaingan semakin ketat bahkan menjerumus pada persainggan tak sehat.
Mari kita soroti hal ini dengan seksama. Akan lebih baik saat persaingan menjadi lebih ketat, dimana para siswa akan termotivasi untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas belajar mereka. Tetapi, tidak bisa kita indahkan saat uang dan kekuasaan dapat membeli segalanya.
Bahkan tak terkecuali untuk sebuah sekolah dimana seperti kita ketahui sekolah merupakan tempat untuk menuntut ilmu, dan memintarkan penerus bangsa. Tapi, demi memasukkan putra-putri mereka ke sekolah yang diinginkan. Kebanyakan orangtua rela melakukan apapun, termasuk pembodohan atau menyuap oknum-oknum tak bertangggung jawab.
Dengan jelas, hal ini menggambarkan bagaimana kacaunya sistem yang ada didunia pendidikan Indonesia hari ini.
Selain itu, pola pikir masyarakat akan pendidikan pun turut berubah beriringan dengan kemajuan-kemajuan pada jaman ini. Adab mungkin saja menjadi penilaian utama pada hari ini. Namun, dilihat dari realita yang terjadi justru sebaliknya.
Kaum terpelajar sepertinya tak peduli dengan hasil yang akan mereka tuai. Kekuasaan dan popularitas menjadi hal yang terpenting untuk hari ini. Mari kita soroti gaya belajar pada tempo dulu. Dimana adab sopan santun berada diatas segalanya dan bahkan tertanam kuat tanpa perlu menjadikannya sebagai point utama kenaikan kelas. Lalu, bagaimana dengan pendidikan hari ini?
Sepertinya sang pertiwi tengah berduka. Matinya adab bahkan rasa kemanusiaan benar-benar mengubah wajah pendidikan di Indonesia. Kekerasan terjadi dimana-mana, bahkan berujung pada tindak pidana hingga merenggut nyawa.
Lupa memotong kuku atau tidak mengerjakan tugas dari guru sudah kadaluwarsa. Tergantikan dengan hal-hal yang disebut-sebut anti mainstream. Mengerjai pengajar demi konten media sosial, merisak teman hingga mengalami luka fisik, gangguan mental bahkan berakhir bunuh diri.
Sungguh meiris hati, seperti itukah yang disebut gebrakan untuk memajukan pendidikan di Indonesia? Hal-hal seperti itukah yang patut kita banggakan?
Sudah waktunya, kita membenahi diri. Memajukan dunia pendidikan bukan hanya tentang kuantitas tapi, juga kualitas.

Komentar