Oleh : Kholida Annisa |
“…Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia raya…” sebuah cuplikan lagu Indonesia raya karya Wage Rudolf Soepratman yang bila kita maknai akan sangat indah. W.R Soepratman menyadari kalau ingin memajukan Indonesia lewat sumber daya manusia melalui jiwa dan raganya. Lirik lagu tersebut juga tidak membedakan antara perempuan dan laki-laki. Kita semua punya hak yang sama, sama-sama punya hak untuk berkembang dan maju, sama-sama punya hak untuk berkarya dan turut memajukan Indonesia.
Kesamaan hak tersebut sering terjadi bias di masyarakat menimbulkan ketidakadilan gender. Selama di sekolah kita tidak pernah belajar atau diajarkan tentang gender, padahal hal ini penting. Lantas, apa itu gender? Sebelum membahas gender, kita harus bisa membedakan terlebih dahulu antara seks dan gender. Seks adalah jenis kelamin. Seks merupakan kondisi biologis bawaan sejak lahir yang diciptakan oleh Tuhan (kodrat), inilah yang membedakan perempuan dan laki-laki. Gender sebaliknya, merupakan karakteristik perempuan dan laki-laki bukan bawaan sejak lahir yang diciptakan oleh sosial dan budaya masyarakat. Contoh karakteristik gender antara lain; perempuan lembut, penyayang, emosional, lemah dan lain sebagainya. Sementara laki-laki perkasa, kuat, logis, dan sebagainya. Karena gender bukan hal yang kodrati, jadi sah sah saja kalau perempuan kuat dan logis sementara laki-laki penyayang, lembut, dan lainnya. Tidak ada yang salah jika terjadi pertukaran antara keduanya.
Dimana letak ketidakadilan gender?
Ketika karakteristik yang dibuat oleh sosial budaya diharuskan berdasarkan jenis kelamin. Misalnya, anak laki-laki jangan menangis, dia harus tangguh padahal pada satu kondisi tertentu ia merasa sedih dan ingin menangis. Hanya anak perempuan yang lemah dan mengeluarkan air mata. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan hak asasinya sebagai manusia. Contoh lain misalnya perempuan kurang rasional, yang harus dikuasainya adalah urusan-urusan domestik (memasak, bersih-bersih rumah, menyuci baju, dan lainnya) laki-laki silakan belajar dan aktualisasikan diri sebanyak banyaknya untuk memajukan diri. Bukankah ini tidak adil bagi perempuan? Bagaimana perempuan ingin memajukan dirinya kalau ia dihambat oleh tumpukan tugas-tugas domestik? Kenapa urusan-urusan domestik hanya untuk perempuan saja, tidak bisakah laki-laki dan perempuan yang melakukannya? Harus adanya kesadaran baik dari perempuan maupun laki-laki. Perempuan pun juga berhak membaca buku sebanyak-banyaknya, berkarya turut andil dalam memajukan bangsa. Waktunya tidak dihabiskan untuk urusan domestik saja. Laki-laki pun harus punya kesadaran untuk membantu urusan domestik, jangan hanya mengutamakan dirinya saja yang bisa berkarya dan maju.
Adanya Asisten Rumah Tangga (ART) juga bisa menjadi solusi membantu dalam urusan domestik dan itu dibayar/ diberi nilai. Berbicara tentang Asisten Rumah Tangga kita sering menemui perempuan. Apakah hal ini karena minimnya keterampilan dan pengetahuannya? Ya, tentu saja. Perempuan masih dinomorduakan, selama ini laki-laki lebih diutamakan untuk pelatihan dan pendidikan yang tinggi. Di satu sisi perempuan tidak bisa sepenuhnya bergantung dengan laki-laki. Sewaktu-waktu kemungkinan bisa terjadi laki-laki akan meninggal dunia atau terjadi perceraian. Lantas siapa yang disalahkan? Apakah harus perempuan yang menjadi korban? Perlu kiranya kita sadar, baik perempuan dan laki-laki harus meningkatkan keterampilan dan pengetahuan diri agar bisa mandiri.
kita berbeda, tapi kita setara
Sangatlah indah Tuhan menciptakan kita yang berbeda, saling melengkapi adalah satu-satunya cara. Jangan ada lagi ketidakadilan, karena kita setara. Mari majukan Negara Indonesia bersama dan ikararkan Indonesia Raya.
Komentar
Posting Komentar