Jemari Penuang Imajinasi

Oleh : Adira Alisyaban Zamluny

Jemari merupakan salah satu wujud anugerah Allah Swt. kepada umat manusia. Sudah sepatutnya kita fungsikan kesepuluh jemari yang ada di kedua tangan dapat bermanfaat, tak hanya sebatas menjadi pelengkap anggota badan. Dengan menghasilkan karya-karya seperti tulisan atau artikel dakwah, kita dapat menjadikannya sebagai alat untuk beramal bahkan ladang pahala. Tak jarang pula karya-karya tersebut bisa menjadi jalan rezeki bagi beberapa orang. 
Zaman yang semakin hari semakin canggih pun memberikan support tersendiri bagi orang-orang yang gemar menggerakkan jarinya di dalam lingkup teknologi. Media sosial serta aplikasi-aplikasi pendukung lainnya menjadi tempat tertuangnya imajinasi para penulis amatir maupun profesional.
Disalahgunakan 
Tak sedikit orang kebablasan memainkan jemarinya. Teknologi yang seharusnya menjadi wadah informasi dan sumber pengetahuan tambahan selain media cetak, malah dijadikan tempat penyebaran berita serta isu-isu palsu (hoax). Ditambah lagi dengan adanya fitur broadcast di beberapa aplikasi obrolan seperti Whatsapp. Fitur tersebut dapat memudahkan para oknum untuk menyebarluaskan berita-berita tersebut. Kita orang awam seringkali percaya, dan bahkan ikut serta menyebarkannya. Dengan hanya menekan beberapa tombol menggunakan ibu jari, negara atau bahkan dunia bisa saja dibuat kelimpungan. 
Kembali membahas media sosial yang dikenal sebagai ajang pencitraan pun acapkali disalahgunakan. Sindir menyindir lewat instastory hingga saling hina di kolom komentar, justru menjadi pemandangan familiar bagi para warganet. Jika tersinggung sedikit maka dilaporkan kepada pihak berwajib dan berakhir terjerat Pasal 27 ayat 3 UU ITE. Siapa yang rugi? Tentunya si pelaku yang berpartisipasi.
Kebebasan Berpendapat
Ada beberapa individu menggunakan alasan kebebasan berpendapat sebagai perlindungan. Tepatnya ketika terlibat konflik yang membuatnya terjerat pasal pencemaran nama baik, penistaan, dan sebagainya. Sebenarnya tidak ada larangan dalam berkomunikasi dan berpendapat. Setiap person tentunya berhak menyuarakan pendapat untuk mengembangkan lingkungan sosialnya. Memang benar adanya, tetapi lebih baik seseorang mengerti proporsinya dalam kebebasan yang dimaksud dalam hal tersebut. Banyak terjadi kesalahpahaman dalam hal kebebasan berpendapat. Mereka mengartikan bahwa kebebasan yang dimaksud adalah tak memiliki batas dalam mengajukan estimasi.
Maka dari itu adanya budaya literasi sebelum memberikan asumsi sangatlah penting untuk mencegah terjadinya misinterpretasi.

Komentar