Menguatnya
teaching and trip pada ranah kerja-kerja literasi semakin membulat. Tekad para
penggiat pada kajian dan diskusi yang diadakan teaching and trip mengarah pada
angka minat baca khusunya tanah banua. Data – data rilis menjadi ‘semangat
bergerak’ seperti rilis dari PISA tahun 2012 mengenai tingkat literasi
menempatkan tingkat literasi Indonesia pada peringkat 64 dari 65 negara. Badan
Pusat Statistik (BPS:2006) juga menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia belum
menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama dalam mendapatkan informasi.
Masyarakat yang lebih memilih menonton TV memiliki prosentase sekitar 85,86%,
yang mendengarkan radio sekitar 40,26% dan yang membaca untuk mendapat
informasi (membaca koran) hanya sekitar 23,5 % dari total penduduk Indonesia
yang mencapai 250 juta. Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitihan yang
dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS: 2008) juga mengungkapkan bahwa budaya
baca di Indonesia salah satu indikatornya dapat dilihat dari jumlah halaman yang
dibaca setiap harinya. Di Jepang masyarakatnya membaca 150 halaman/hari, Korea
147 halaman/hari, Singapura 116 halaman/hari, Malaysia 109 halaman/hari
sedangkan di Indonesia hanya 0,9 halaman/hari. Indikator lain yang menjadikan
rendahnya budaya membaca di Indonesia selain dari jumlah halaman yang dibaca
masyarakat per hari, dilihat juga dari banyaknya jumlah buku yang diterbitkan
oleh suatu negara. Sebagaimana dilaporkan bahwa Indonesia hanya menerbitkan
8.000 judul buku/tahun yang masih kalah jauh dengan Malaysia yang menerbitkan
15.000 judul buku/tahun, Vietnam yang menerbitkan 45.000 judul buku/tahun.
Berdasarkan riset lima tahunan dalam Progress in International Reading Literacy
Study (PIRLS) yang dilakukan pada tahun 2011 dan melibatkan siswa-siswa SD juga
menyebutkan bahwa peringkat Indonesia berada pada kisaran posisi 36 dari 40
negara yang dijadikan sampel. Indonesia berada di empat tingkat diatas Qatar,
Kuwait, Maroko, dan Afrika Selatan dan berada di bawah Malaysia, Thailand, dan
sangat jauh tertinggal dari Singapura.
Data-data rilis ini membuat cambukan
semangat dan peluang bagi teaching and trip untuk terus bergerak dalam
keliterasian. Hasil diskusi yang dilakukan di teaching and trip mengerucut pada
apa yang bisa kita lakukan selain para relawan membudayakan baca. Fasilitas
literasi juga menjadi indikator penting untuk bergerak. Pada poin 5 disebutkan
meningkatnya jumlah fasilitas public yang mendukung literasi baca tulis adalah
salah satu indikator keberhasilan sasaran gerakan literasi baca tulis
masyarakat (Kemendikbud, 2017). Memfasilitasi masyarakat dengan membangun taman
bacaan yang dinamai teaching and trip dengan sebutan ‘pojok baca’ sudah
tersebar di 2 titik, Camp teaching and trip dan di Desa Mandiangin. Hal ini
diperkuat oleh rilis pada laman Ditjen Paudni bahwa, TBM didirikan bertujuan
untuk memfasilitasi masyarakat yang telah “melek aksara” agar tidak “buta aksara”
kembali dengan memanfaatkan TBM sebagai sarana dalam memenuhi kebutuhan akan
bahan bacaan yang memadai. Namun juga sebagai kebutuhan masyarakat akan bahan bacaan,
tempat meminjam, dan menemukan informasi yang murah, layak, dan nyaman (Kemendikbud,
2014). Poin dari pojok baca - pojok baca yang telah didirikan TnT bersama
masyarakat adalah memfasilitasi dan mendekatkan buku dengan pembacanya.
Lain pojok baca lain lapak baca.
Lapak baca adalah rutinitas bermakna tiap pekan dengan tujuan yang sama dengan
pojok baca, mendekatkan buku. Car free Day tiap pekan menjadi rutinitas ahad
pagi para penggiat. ‘Melapak’ adalah kerja-kerja konsisten dan istiqomah.
Metode peminjaman buku dilapak baca TnT mengadopsi dari program ROTS nya Rumah
Baca Komunitas di Yogyakarta. Baca ditempat atau membawa pulang tanpa harus
mendaftarkan diri atau menaruh potokopi KTP atau identitas lainnya. Percaya
menjadi tombak dari program ini. Kepercayaan ini selalu dipertanyakan awalnya
sampai akhirnya banyak masyarakat yang malah menginfakkan buku layak baca untuk
Teaching and Trip. Buku-buku tersebut akan disebarkan ke Pojok Baca, turun
lapangannya Teaching and Trip sekaligus Program Save Our School, dan untuk
Lapak Baca itu sendiri. Menggerakkan masyarakat untuk literasi baca tulis
dimulai dari menggerakan diri untuk literasi.
Pojok baca dan Lapak Baca serta
turun lapangan di Teaching and Trip memerlukan banyak buku bacaan untuk
berbagi. ‘Urunan’ relawan belum cukup untuk buku di TnT. Berkolaborasi dan
menggerakkan masyarakat lewat Gerakan Infak Buku Berjamaah salah satu cara
menggerakkan buku tanpa pembaca dan menyalurkannya lewat Teaching and Trip.
Hasilnya dahsyat, kepercayaan masyarakat pada teaching and trip untuk
menginfakkan bukunya berjalan mulus.
Tambahan lagi teaching and trip mendapatkan buku dari komunitas lain dan
perorangan melalui program pemerintah pengiriman buku tanggal 17 setiap bulannya.
Apapun jika mau bergerak berarti bisa, tinggal mau atau tidak dan pr
berkelanjutan bagi teaching and trip adalah istiqomah menjalankan.
Penulis: M.Abid Mujaddid
Komentar
Posting Komentar